“PON ini sekaligus membuktikan bahwa olahraga kita mampu berbicara,
bersikap patriotik, dan ikut menjalankan peran strategis dalam revolusi
kemerdekaan,” tulis Maulwi Saelan.
PON pertamapun digelar 9 September 1948. PON menjadi pertemuan para
atlet untuk membulatkan tekad, menggalang solidaritas dalam semangat
menggempur Belanda agar meninggalkan bumi Indonesia. Menurut Maulwi
Saelan, dalam bukunya “Kesaksikan Wakil Komandan Tjakrabirawa”, pada PON
I para atlet mengokohkan tekadnya sebagai patriot bangsa yang siap
bertempur membela dan mempertahankan kemerdekaan.
Pada Olimpiade ke-14 di London, (waktu itu Indonesia baru beberapa tahun
merdeka) kehadiran atlet Indonesia ditolak oleh Inggris selaku tuan
rumah. Alasannya, prestasi olahraga Indonesia waktu itu belum layak
masuk ajang Olimpiade. Alasan sebenarnya bersifat politis. Inggris
adalah sekutu Belanda. Belanda kala itu belum ikhlas atas kemerdekaan
Indonesia.
Dari pihak Indonesia, Olimpiade London saat itu memiliki nilai
strategis, yakni mau menunjukan kedaulatan dan kemerdekaan Indonesia
kepada dunia. Maka, betapa tersinggungnya para Pemimpin Indonesia waktu
itu tat kala keinginan untuk ikut Olimpiade, ditolak mentah-mentah.
Harga diri bangsa Indonesia seakan dilecehkan.
Berangkat dari
ketersinggungan itulah, tahun 1948 PORI (Persatuan Olahraga Indonesia)
menggelar konferensi daurat di Solo dan memutuskan untuk menggelar Pekan
Olahraga Nasional (PON), sebagai penanda bahwa Indonesia itu ada. Ruh
kejuangan seperti itulah yang selalu menjadi daya hidup PON dari masa ke
masa.